Dengan linangan air mata yang tidak
bisa ia bendung lagi, Sivia terduduk dengan lemah didepan ruang ICU menunggu
Alvin yang saat itu tengah ditangani oleh seorang Dokter dan beberapa orang
suster.
Suara isak tangis Sivia seakan
menjadi backsound dari kegetiran hatinya saat ini. Didalam sana, Si Kunyuk yang
super menyebalkan itu tengah berjuang diantara hidup dan mati. Dan Sivia merasa
sangat takut dengan segala kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi. Sivia
tidak ingin kehilangan Alvin. Masa kah Tuhan begitu tega merenggut kebahagiaan
yang baru semalam Sivia raih? Sivia tahu Tuhan tidak akan setega itu. Alvin
pasti akan baik-baik saja.
Dalam hati Sivia terus berdoa dengan
satu harapan agar Si Kunyuk itu baik-baik saja. Secara tiba-tiba ingatan Sivia
tentang kebersamaannya dengan Alvin berputar kembali diotaknya dan menimbulkan
rasa sesak yang semakin menjadi.
Suara tangis Sivia nyaris pecah.
Jika tidak ingat bahwa saat ini ia sedang berada dirumah sakit, mungkin Sivia
sudah mengeluarkan tangisannya sekuat ia mampu.
“Via….” Panggil Cakka dengan cemas
seraya duduk disamping Sivia.
Menyadari kehadiran Sahabatnya itu,
Sivia langsung saja membawa dirinya kedalam pelukan Cakka. 10 menit yang lalu
Sivia menelpon Cakka dan meminta Cakka untuk segera pergi kerumah sakit tanpa
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Merasa cemas dengan keadaan Sivia,
Cakka langsung pergi kerumah sakit.
Sivia meremas kuat-kuat kerah kemeja
Cakka dengan suara isakkan tertahan. Cakka menepuk pundak Sivia beberapa kali
lantas mulai mengajukan sebuah pertanyaan,
“ada apa Vi sebenernya?”
“Hiks…Hiks… Alvin, Kka, Alvin….”
“Alvin kenapa?”
“tadi Alvin nyelametin gue dari 2
orang preman, te… terus, pas salah satu dari preman itu mau nusuk gue dari
belakang, A…Alvin malah ngedorong gue, A…Alvin nggak sempet nyelametin dirinya…
preman itu nu… nusuk A…Alvin, Kka…. Mereka nusuk Alvin, hiks… hiks…” tutur
Sivia dengan terbata-bata penuh kepayahan.
“gue takut Alvin ninggalin gue… gu…
gue nggak mau A…Alvin pergi, Kka, nggak mau… hiks…hiks…hiks…” lanjut Sivia
dengan isakkan yang lebih kuat lagi.
Seumur hidupnya belum pernah Cakka
melihat Sivia serapuh seperti sekarang ini. Merasa tidak sanggup melihat
kondisi Sivia yang benar-benar menyedihkan, Cakka semakin mempererat pelukannya
pada Gadis Bawel itu. Detik ini juga Cakka mengerti, bagaimana pentingnya arti
hadir Alvin dalam kehidupan Sivia. Meski perih yang ia rasakan, tapi Cakka
berusaha untuk ikhlas. Cakka tidak mau rasa egoisnya mengalahkan segalanya.
“nggak Vi, nggak… Alvin nggak akan
kemana-mana. Dia nggak akan ninggalin lo, percaya sama gue…”
“gue takut, Kka…. Gue takut….”
“sttt…. Lo percaya aja sama gue, gue
pastiin Alvin nggak akan kemana-mana, nggak akan pernah kemana-mana….” Ujar
Cakka seraya membelai lembut rambut Sivia.
Beberapa saat kemudian Cakka
melepaskan pelukannya dari Sivia. Ia menuntun Sivia untuk berdiri lalu duduk
diruang tunggu. Dengan pelan Cakka mendudukan tubuh Sivia diatas kursi tunggu.
Cakka duduk disamping Sivia, ia memegangi wajah Sivia menggunakan kedua
tangannya lantas mengusap keringat dingin yang bercucuran diwajah Sivia.
“nggak usah nangis lagi ya, Vi…?”
pinta Cakka dengan lembut. Sivia menggeleng beberapa kali. Cakkapun kembali
membawa Sivia kedalam pelukannya.
^_^
Sekitar 15 menit kemudian, pintu
ruang ICU pun terbuka. Ketika melihat seorang Dokter keluar dari ruang ICU,
Cakka dan Sivia langsung menghampiri Dokter itu.
“Dok, gimana keadaan Alvin, Dok…?
Alvin baik-baik aja kan Dok?” Tanya Sivia dengan cemas.
Sang Dokter tersenyum lalu menepuk
pundak Sivia beberapa kali.
“tidak apa-apa, Alvin baik-baik
saja. Untung Alvin cepat dibawa kesini, jika tidak mungkin Alvin sudah
kehilangan banyak darah. Alvin hanya butuh waktu beberapa hari saja untuk mengeringkan
jahitan pada luka diperutnya, dan setelah itu, kondisi Alvin akan kembali
seperti semula”
Sivia langsung menghela nafas lega
ketika mendengarkan penjelasan dari Dokter. Dalam hati Sivia langsung
bersyukur. Ternyata Tuhan mengabulkan permintaannya. Sivia melirik sejenak
kearah Cakka sambil tersenyum.
“Alvin sudah bisa ditengok kan,
Dok?” Tanya Cakka,
“bisa, tapi setelah Alvin dipindah
keruang perawatan”
“baiklah”
Beberapa
saat setelah Dokter pergi….
“Via, elo udah telfon keluarganya
Alvin?”
Sivia menggeleng, “belom, Kka. Gue
nggak punya nomer telfon keluarga Alvin, tapi tadi gue udah minta Dayat buat
ngehubungin Mamanya Alvin”
^_^
Sivia memasuki ruang perawatan Alvin
tanpa Cakka. Cakka menolak saat tadi Sivia mengajaknya untuk masuk, Cakka
bilang dia ingin menunggu diluar saja. Sivia yang memang sangat ingin melihat
kondisi Alvin langsung saja menyetujui perkataan Cakka tadi.
Cakka hanya tidak ingin mengganggu
kebersamaan Alvin dan Sivia. Cakka merasa Alvin dan Sivia butuh waktu untuk
berdua saja.
Sivia duduk ditepi ranjang Alvin
seraya menatap wajah Alvin yang saat itu tengah terlelap dengan tatapan nanar.
Dibalik sikap cueknya yang sudah mencapai stadium akhir itu, ternyata Alvin
sangat memperhatikannya. Bahkan Alvin rela mempertaruhkan nyawanya sendiri demi
melindungi Sivia.
Sivia mengangkat tangan kananya
secara perlahan lalu mendaratkannya tepat diwajah Alvin. Air mata Sivia
lagi-lagi terjatuh,
“lo emang begok, Kunyuk! Lo cowok
terbegok yang pernah gue kenal sepanjang hidup gue, tapi kenapa gue malah jatuh
cinta sama lo, kenapa…?”
Sivia meraih tangan kanan Alvin lalu
mencium punggung tangannya. Sivia melakukannya agak lama,
“berisik lo!! Nggak tau orang lagi
tidur apa?” ucap Alvin yang tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya.
Sivia mengangkat wajahnya dan
melihat kearah Alvin yang saat itu tengah menatapnya sambil tersenyum jahil.
Dasar Kunyuk! Sakit-sakit begini masih sempat-sempatnya ia tersenyum jahil
seperti itu.
Sivia buru-buru melepaskan tangan
Alvin dari genggamannya lantas membuang mukanya kearah lain.
“ciyeeee… yang takut banget
kehilangan gue” goda Alvin seraya mencolek dagu Sivia. Sivia menepis tangan
Alvin dengan cepat dari dagunya.
“isshh… apaan sih?”
“tadi aja lo nangis-nangisan, eehh…
sekarang pas gue udah sadar lo malah sok cuek kayak gini. Udahlah, nggak usah
gengsi kali, sama pacar lo ini juga….”
“tau ah! Elo nyebelin tau, Nyuk”
kata Sivia dengan nada suara sedikit bergetar. Sivia menunduk sedalam-dalamnya.
Sivia tidak ingin Alvin tahu bahwa ternyata dia sangat cengeng.
Alvin memegangi perutnya yang masih
terasa sakit lantas mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk.
Alvin memegang kedua pundak Sivia lalu menegakkan wajah Sivia hingga berhadapan
dengan wajahnya. Alvin tersenyum sangat manis Gadis itu,
“maafin gue ya udah bikin lo cemas?
Gue janji lain kali nggak akan bikin lo cemas lagi, gue janji PRINCESS JELEK….”
Mendengar ucapan Alvin barusan,
Sivia malah sesunggukan. Tanpa berkata apa-apa lagi, Sivia langsung memeluk
tubuh Alvin. Alvin sedikit meringis kesakitan ketika tubuh Sivia menyentuh
perutnya yang masih terluka. Tapi bagi Alvin rasa sakit itu belum seberapa.
Alvin masih bisa menahan rasa sesakit apapun asalkan Si Jelek ini selalu ada
disampingnya.
“gue tadi takut banget tau nggak,
Vin? Gue takut lo bakalan ninggalin gue, gue takut… hiks…”
“kan tadi gue udah bilang gue akan
baik-baik aja. Asal lo percaya sama gue, gue pasti akan selalu baik-baik aja,
Vi…”
Sivia mengangguk berkali-kali sambil
menyeka air matanya. Alvin tersenyum kecil lantas mendaratkan sebuah kecupan
hangat tepat dipuncak kepala Sivia.
“gue sayang lo, Kunyuk, gue cinta
sama lo, gue nggak mau kehilangan lo. Sampe kapanpun itu gue nggak mau
kehilangan lo…”
“gue juga, Lek… tapi seenggaknya
sekarang, Si Cakka Nuraga itu nggak bakalan ngebunuh gue gara-gara elo yang
kena tusuk sama preman busuk itu” Sivia tidak sedikitpun menggubris ucapan
Alvin.
Sivia melepaskan sejenak pelukannya
dari Alvin. Untuk beberapa lama Alvin dan Sivia saling menatap satu sama lain
sambil melemparkan senyuman. Beberapa detik kemudian, Sivia mendaratkan sebuah
kecupan kilat tepat dibibir Alvin. Hanya sedetik saja, Siviapun kembali
mendaratkan dirinya dalam pelukan Alvin.
Ketika mendengar ada suara seseorang
yang membuka pintu, Alvin dan Sivia langsung mengurai pelukan mereka. Secara
bersamaan mereka melihat kearah pintu.
Tampak seorang wanita cantik yang
ternyata adalah Mama Alvin memasuki ruang perawatan Alvin dengan raut wajah
yang tidak kalah cemasnya dari raut wajah Sivia tadi.
“Alvin, kamu nggak apa-apa kan,
sayang?” ujar Mama seraya mendekat kearah Alvin. Ketika Alvin dan Mamanya sudah
berdekatan, Sivia langsung mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang yang
lebih luas lagi untuk Mama Alvin.
“Alvin nggak apa-apa kok, Ma….”
Jawab Alvin dengan santai,
“kok bisa ketusuk kayak gini sih?
Haa…?”
“ceritanya panjang Ma, kapan-kapan
aja Alvin ceritain, yang pentingkan sekarang Alvin udah nggak apa-apa. Oya Ma,
kenalin, ini pacar Alvin, namanya Via. Cewek yang selalu Alvin ceritain ke
Mama…” ucap Alvin memperkenalkan Sivia pada Mamanya.
Alvin mengulurkan tangannya dan
memberikan kode pada Sivia untuk menyambut uluran tangannya. Siviapun menyambut
uluran tangan Alvin lalu memberikan sebuah senyuman untuk Mama Alvin,
“jadi ini dia ceweknya? Cantik, Vin,
kamu pinter nyari cewek….” Pujian dari Mama Alvin itu sukses membuat Sivia
tersipu malu.
“dia jangan dibilang cantik Ma,
nanti dia malah gede kepala lagi…”
Sivia melirik sengit kearah Alvin.
Tapi lirikan sengit itu malah dibalas senyuman oleh Alvin. Beberapa saat
kemudian, Sivia menyalami tangan Mama Alvin lantas mencium punggung tangan Mama
Alvin dengan sopan.
“kenalin Tante, aku Sivia…”
“Tante udah tau sayang, Alvin cerita
banyak tentang kamu”
“cerita apa aja Tante?”
Belum sempat Mama menjawab
pertanyaan Sivia, tangan Alvin sudah bergerak cepat menoyor kepala Sivia,
“kepo lo!”
“isshhhh…. Kunyuk!! Tante liat
sendiri kan gimana nyebelinnya anak Tante yang satu ini?”
Renata hanya tertawa kecil melihat
tingkah kedua orang aneh yang ada dihadapannya saat ini. Tiba-tiba saja
Handphone Renata bergetar, ketika melihat nama yang tertera pada layar
ponselnya, Renata langsung pamit pada Sivia dan Alvin untuk mengangkat telfon.
2 menit kemudian Renata kembali
lagi,
“dari siapa, Ma?” Tanya Alvin,
“dari Pak Zacky, Pak Zacky minta
Mama buat balik kekantor, ada rapat soalnya”
“ya udah, Mama balik aja”
“kalau Mama pergi siapa yang bakalan
jagain kamu disini?”
Alvin menarik pinggang Sivia hingga
berdekatan dengannya,
“kan ada PEMBANTU Alvin, Ma…” jawab
Alvin seraya menunjuk kearah Sivia. Sivia hanya pasrah saja ketika Alvin
memperlakukannya seperti itu didepan Mamanya.
“ya udah kalo gitu. Oya, Vin, Mama
telfonin Papa ya?”
“nggak usah Ma, lagian Alvin juga
nggak butuh Papa” ucap Alvin buru-buru,
“tapi Vin, Papa kamu harus tau”
“udahlah, Ma. Papa nggak perlu tau,
toh sekarang juga Alvin udah nggak apa-apa kok” jawab Alvin keras kepala.
Mama mendekat kearah Alvin lalu
membelai rambut Alvin beberapa kali,
“ya udah, Mama nggak akan telfon
Papa”
“makasih Ma….”
“kalo gitu Mama pamit ya? Via, Tante
titip Alvin ya? Kalo Alvin nakal jewer saja kupingnya” ujar Mama sedikit
bergurau. Sivia hanya mengangguk sambil tersenyum.
^_^
Jarum jam didinding ruang perawatan
Alvin sudah menunjukan pukul 18.30. tapi hingga saat ini Sivia masih setia
menunggu Alvin. Tadi Sivia sudah meminta Cakka untuk memberitahu Mamanya bahwa
mungkin hari ini Sivia akan pulang telat. Cakka pun sudah pulang terlebih
dahulu tanpa menunggu Sivia sekitar sejam yang lalu.
Sivia duduk disofa seraya menatap
Alvin yang saat itu tengah sibuk bermain game dengan menggunakan PSP nya. Sivia
menatap Alvin dengan pandangan setengah jengkel.
“Nyuk, hubungan lo sama Bokap lo
nggak baek ya?” Tanya Sivia tiba-tiba. Pertanyaan dari Sivia itu kontan saja
membuat Alvin kaget dan menghentikan permainan gamenya sejenak. Alvin menghela
nafas panjang,
“kok lo bisa nanya kayak gitu?”
Tanya Alvin balik lalu melanjutkan permainannya yang sempat terhenti.
“buktinya tadi waktu Nyokap lo mau
nelpon Bokap lo dan ngasih tau kalo lo lagi dirawat, lo malah nggak mau”
Kali ini Alvin melepaskan PSP nya.
Sivia yang menyadari ada sebuah perubahan pada air muka Alvin buru-buru menarik
pertanyaannya tadi. Sivia takut pertanyaannya itu salah dan malah membuat Alvin
marah.
“lupain pertanyaan gue tadi” ucap
Sivia sambil menunduk dalam.
“sini lo!” kata Alvin seraya
mengulurkan tangannya untuk Sivia.
Sivia mengangkat wajahnya. Ia
terdiam sejenak,
“sini nggak lo?” kata Alvin lebih
keras lagi.
Secara perlahan Sivia bangkit dari
duduknya lalu berjalan menghampiri Alvin. Sivia menerima uluran tangan Alvin
dan duduk disampingnya. Alvin melingkarkan lengannya pada leher Sivia. Sivia
masih menunduk dalam,
“mungkin sekarang udah saatnya lo
tau tentang latar belakang gue. Dan lo musti tau, Vi, selama ini, gue nggak
pernah sekalipun cerita tentang masalah pribadi gue kesiapapun, dan sekarang
gue udah mutusin buat cerita semuanya keelo, dan itu artinya gue udah percaya
sepenuhnya sama lo, lo ngerti?”
Sivia mengangguk pelan.
“jadi, 2 tahun yang lalu, Papa gue
menggugat cerai Mama gue, hal itu bikin gue dan adek gue Acha sangat shock,
apalagi waktu itu Mama gue cinta banget sama Papa gue. Berkali-kali Mama mohon
sama Papa buat nggak dicerain, tapi Papa gue nggak mau, dia tetep pada
pendiriannya. Akhirnya Mama mengalah, Mama berusaha menerima semuanya dengan
ikhlas, sejak saat itulah gue benci sama Papa gue, Vi, gue nggak akan pernah
mau maafin dia, nggak akan…”
“Vin….”
“dan yang lebih jahatnya lagi,
sebulan setelah mereka resmi bercerai, Papa malah sudah punya Wanita lain yang
akibatnya bikin Mama gue semakin terpuruk. Mungkin nggak ada satupun yang tahu,
bahwa sampe saat ini Mama gue masih sangat mencintai Papa gue… Tapi dalam hati
gue, gue sudah bertekad untuk merebut Papa gue kembali dari wanita itu, gue
bersumpah Papa gue akan kembali lagi sama Mama gue. Gue mungkin jahat Vi, tapi
gue juga ngelakuin semua ini demi Mama, Mama yang selama ini udah berkorban
banyak buat gue, Mama yang udah mempertaruhkan nyawanya saat ngelahirin gue….”
“gue ngerti perasaan lo, Vin, karna
gue juga udah pernah ngerasa kehilangan seperti apa yang lo rasain. Gue sangat
mengerti Alvin…”
Beberapa saat kemudian, Alvinpun
langsung memeluk erat tubuh Sivia. Dalam pelukan Sivia, Alvin merasa semua
beban yang selama ini memberatkan setiap langkahnya terasa begitu ringan. Alvin
tidak pernah tahu sejak kapan ia merasakan hal ini, tapi yang jelas, berada
disamping Sivia membuat Alvin kuat menghadapi segalanya.
^_^
Sivia tertidur pulas disamping Alvin
dengan posisi duduk. Sivia melipat kedua tangannya ditepi ranjang Alvin sambil
menenggelamkan wajahnya. Alvin membuka kedua matanya dan melihat Sivia yang
saat itu tengah terlelap. Alvin mengangkat tangan kanannya lalu mendaratkannya
tepat diatas kepala Sivia,
“lo pasti capek banget ya hari ini,
Vi? Maafin gue ya? Ini semua gara-gara gue” ujar Alvin pelan seraya membelai
lembut rambut Sivia.
Beberapa saat kemudian, Alvin
teringat akan sesuatu. Ia meraih Handphone milik Sivia yang terletak diatas
meja kecil yang berada tepat disamping tempat tidurnya. Alvin membuka handphone
Sivia dan mencari nama seseorang pada contack listnya. Setelah menemukan nama ‘Cakka
Nuraga’ Alvinpun mengetik sebuah pesan singkat untuk Cakka,
==========================
Your message
To: Cakka Nuraga
Lo jemput
Via sekarang juga
Dirumah
sakit.
==========================
^_^
“Kka, hari ini gue nggak kesekolah
ya?” ucap Sivia pada Cakka sebelum ia meniki motor Cakka.
“ya terus lo mau kemana?”
“gue mau nemenin Alvin dirumah
sakit, Kka. Kan kasian dia sendiri”
“tapi, Vi masa lo mau bolos lagi?
Ini udah 2 kali lo bolos, sekali lagi lo bolos lo bakalan dapet surat panggilan
orang tua”
“Kka, plissss…. Sekali ini aja! Gue
janji setelah gue nggak akan bolos lagi, plisss Kka, ato bilaperlu lo bikinin
gue surat keterangan sakit deh biar nggak alpa. Ya Kka? Plis bantuin gue, plis,
plis, plisss…..” ucap Sivia benar-benar memohon dihadapan Cakka. Kali ini Sivia
benar-benar berharap Cakka akan mau membantunya.
Beberapa detik menunggu jawaban
Cakka dengan perasaan yang tidak karuan, Cakkapun terdengar menghela nafas
panjang lantas mengangguk dengan sangat terpaksa. Sivia tersenyum senang dan
langsung menghambur kedalam pelukan Cakka,
“hwaaa…. Cakka makasih yaa? Lo emang
sahabat gue yang paling pengertian tau nggak?”
“ya ya ya…. Tapi elo harus janji ini
yang terakhir, karna setelah ini gue nggak akan mau ngebantuin lo lagi”
“iya Kka, iya, gue janji….” Ucap
Sivia dengan bersungguh-sungguh.
^_^
“Kunyuuukkkkk!!!” Panggil Sivia
sambil membuka pintu ruang perawatan Alvin.
Alvin yang saat itu tengah membaca
sebuah buku langsung mengangkat wajahnya dari buku lalu melihat kearah Sivia
dengan pandangan tidak suka.
“ngapain lo disini pagi-pagi?” Tanya
Alvin yang seakan-akan tidak menerima kehadiran Sivia.
Sivia mengerucutkan bibirnya lalu
berjalan perlahan menghampiri Alvin,
“gue kesini mau nemenin lo”
“berarti lo nggak sekolah dong hari
ini? Lo bolos??”
“yaaaa… terpaksa” jawab Sivia dengan
raut wajah sok lugu.
Tanpa berkata apa-apa lagi pada
Sivia, Alvin langsung saja melayangkan sebuah toyoran yang lumayan keras tepat
pada kening Sivia. Sivia meringis pelan sambil mengusap keningnya beberapa
kali,
“awww… sakit Kunyuk!”
“belagu banget lo pake nggak masuk
sekolah segala? Udah ngerasa pinter lo? Haa….?”
“iiihhh…. Lo itu kenapa sih, pacar
dateng bukannya seneng malah marah-marah, aneh tau nggak?”
“lebih aneh lagi itu lo…”
“elo tuh yang aneh….”
“pake nyahut lagi lo. Mau gue sumpel
tuh mulut?”
Sivia kembali memanyunkan bibirnya.
Dasar Kunyuk tidak tahu terimakasih! Masih untung Sivia rela bolos sekolah Cuma
demi menemaninya dirumah sakit, bukannya mengucapkan terimakasih malah
marah-marah tidak jelas. Kalau tahu akan seperti jadinya, Sivia tadi pasti akan
mengikuti ucapan Cakka untuk tidak bolos hari ini.
“sebagai ganjarannya karna lo bolos
hari ini, lo harus masak nasi goreng buat gue!”
“WHAAATTTT……??” Kaget Sivia.
Memangnya Sivia mau memasak dimana? Kan tidak lucu jika Sivia harus pulang
hanya untuk memasak nasi goreng buat Kunyuk ini.
“kenapa kaget? Lo nggak mau??”
“bukannya gitu Nyuk, Cuma aja gue
mau masak dimana? Bahan-bahannya juga harus nyari dimana? Masa iya gue harus
pulang? Bisa-bisa gue digantung Mama gue kalo sampe dia tau gue bolos”
“itu sih derita lo!” kata Alvin
cuek.
“gue beliin aja ya dirumah makan
depan? Gue yang bayar deh” rayu Sivia berusaha merubah fikiran Alvin.
Alvin menggeleng dengan mantap,
“nggak bisa! Gue maunya nasi goreng
buatan lo!! Ngerti?”
“tapi, Vin…..”
“SEKARANG….”
“Vin….”
“lima…
empat, tiga, du—“
“iya, iya…. Dasar lo ngerjain gue
aja bisanya” kata Sivia pasrah.
Sivia keluar dari ruang perawatan
Alvin sambil membanting pintu dengan keras. Alvin sedikit kaget tapi merasa
puas juga karna sudah berhasil mengerjai Si Jelek itu entah untuk yang keberapa
kalinya.
“mampus lo!!” gumam Alvin pelan.
^_^
Sivia mondar mandir didepan gedung
rumah sakit memikirkan dimana ia harus memasak nasi goreng untuk Alvin tanpa
harus pulang kerumahnya. Setelah cukup lama befikir, Sivia tidak juga menemukan
sebuah ide.
Ketika secara tiba-tiba arah
pandangan matanya tertuju pada sebuah Rumah Makan yang terletak tepat disebrang
rumah sakit, Sivia seakan mendapat sebuah pencerahan. Sivia tersenyum licik
lalu melangkah dengan yakin kearah rumah
makan itu.
^_^
15 menit kemudian Sivia kembali
keruang perawatan Alvin dengan membawa sepiring nasi goreng hangat khusus untuk
Alvin.
“Hay…. Kunyuukkkk!! Pacar lo yang
super kece ini balik lagi dengan membawa sepiring nasi goreng special buat
elo…” Ucap Sivia tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Sivia duduk dikursi yang ada
disamping tempat tidur Alvin sambil menyodorkan sepiring nasi goreng itu
dihadapan Alvin. Alvin menatap sepiring nasi goreng itu dengan tatapan curiga.
Sepertinya ada yang tidak beres. Fikir Alvin.
“kok malah ditonton? Dimakan dong
sayang…” ucap Sivia dengan nada sok manis. “atau…. Apa perlu gue supain? Sini
gue suapin” lanjut Sivia sambil menyendokan sesendok nasi goreng itu untuk
Alvin.
Alvin menahan tangan Sivia yang
hendak menyuapinya seraya menggeleng beberapa kali,
“nggak, gue nggak mau” tolak Alvin mentah-mentah,
“lho, kenapa??”
“lo fikir gue begok? Gue tau ini
bukan nasi goreng buatan lo. Jadi jangan coba-coba buat nipu gue”
Sivia langsung menunduk putus asa.
“sekarang lo keluar lagi, dan masak
nasi goreng buat gue”
Hening untuk beberapa saat. Satu
detik, dua detik, tiga detik, dan…….
“Hwaaaaa….. Mamaaaaaaa!! Alvin
jahaaattttt…. Hiks… hikss….”
Sivia menangis sejadi-jadinya
dihadapan Alvin. Melihat Sivia yang menangis seperti anak kecil Alvin terlihat
kebingungan. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
“Heh, jelek! Kenapa lo malah
nangis??”
“HIKS… HIKS… HIKS… LO JAHAT BANGET
SAMA GUE?? Gue kan sekarang udah jadi pacar lo bukan jongos lo lagi, kenapa lo
nggak berubah-berubah juga? Hik… hiks… hikss….” Isakkan Sivia semakin kuat
terdengar dan membuat Alvin semakin kebingungan.
“aduh… lo jangan nangis lagi kek!
Jangan nangis nangis lagi yaa? Nanti gue beliin cokelat”
Sivia langsung terdiam seketika. Ia
menyeka air matanya lalu melirik kearah Alvin,
“beneran yaa??”
Alvin menghela nafas panjang dan dan
memasang raut wajah bosan.
“nih cewek udah umur berapa sih??”
ujar Alvin dalam hati…
BERSAMBUNG….